Saturday 13 August 2011

Kajian Budaya Jawa





SLAMETAN DANDAN OMAH DI BAGELEN




Taufik Suhardi / 082160299

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2010

 BAB I
PENDAHULUAN

Slametan adalah upacara makan bersama makanan yang telah diberi doa sebelum dibagi-bagikan. Ada juga yang meyebut Slametan sebagai kawilujengan. Tidak dapat dipungkiri bahwa selamatan tidak dapat dipisahkan dari pandangan alam pikiran yang erat hubunganya dengan kepercayaan kepada unsur-unsuk kekuatan sakti dan makhluk-makhluk halus. Sebab hampir semua slametan ditujukan untuk memperoleh keselamatan hidup dengan tidak ada gangguan apapun. Hal ini juga terlihat pada asal kata nama upacara itu sendiri, yakni kata selamat.
Upacara selamatan digolong-golongkan sesuai dengan peristiwa atau kejadian dalam kehidupan manusia sehari-hari. Dalam upacara slametan tersebut, terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi sesuai tuntutan aturan budaya turun temurun yaitu sesaji-sesaji atau “uba rampe” yang mana masing-masing sesaji mempunyai makna tersendiri dan ditujukan kepada para makhluk-makhluk halus serta roh-roh para leluhur yang telah meninggal.
Dalam makalah ini kami membahasa tentang kenduri selamatan “dandan Omah” atau renovasi rumah di daerah Bagelen. Yaitu tradisi selamatan yang dilakukan masyarakat bagelen ketika merenovasi rumahnya, baik itu renovasi seluruhnya, sebagian saja, atau bahkan hanya renovasi kandang kambing.
Renovasi rumah diawali dengan pemilihan  hari yang tepat untuk melakukan renovasi. Setelah rumah selesai direnovasi, maka dilakukan slametan yang tentunya juga memilih hari yang tepat. Hal ini dimagsudkan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Saat membuat slametan, ada sesaji khusus yang dibuat untuk diletakan didalam kamar. Tujuanya untuk dipersembahkan kepada arwah nenek moyang.
Acara inti slametan adalah kenduri. Sebelum sesaji dibawa didepan para tamu, terlebih dulu dibacakan mantra disertai membakar kemenyan. Selanjutnya sesaji tersebut dibawa dihadapan para tamu untuk dibacakan doa dan mantra pemaknaan sesaji kemudian dibagi-bagikan.
BAB II
SLAMETAN DANDAN OMAH DI BAGELEN

Agama Islam umumnya berkembang baik di kalangan masyarakat Jawa. Walaupun demikian, tidak semua orang beribadat menurut agama islam, sehingga berlandaskan atas kriteria pemeluk agamanya, ada yang disebut Islam santri dan Islam kejawen. Islam santri adalah penganut agama Islam di Jawa secara patuh dan teratur menjalankan ajaran-ajaran dari agamanya. Adapun golongan Islam kejawen, walaupun tidak shalat, atau puasa, serta tidak bercita-cita naik haji, tetapi toh percaya kepada ajaran keimanan agama Islam. Begitu juga masyarakat Bagelen dan sekitarnya.
Dalam kepercayaan kepada ajaran Islam yang setengah-setengah tersebut, orang Jawa kejawen juga percaya kepada suatu kekuatan yang melebihi segala kekuatan dimana saja yang pernah dikenal, yaitu kasakten, kemudian arwah atau roh leluhur, dan makhluk-makhluk halus seperti memedi, lelembut, tuyul, demit serta jin dan lainya yang menempati alam sekitar tempat tinggal mereka. Menurut kepercayaan, masing-masing makhluk halus tersebut dapat mendatangkan kesuksesan, kebahagiaan, ketentraman ataupun keselamatan, tetapi sebaliknya bisa menimbulkan gangguan fikiran, kesehatan dan bahkan kematian. Maka bilamana seseorang ingin hidup tanpa menderita gangguan itu, ia harus berbuat sesuatu untuk mempengaruh alam semesta dengan berprihatin, puasa, berpantang sesuatu, slametan dan bersaji. Slametan dan bersaji ini kerap dijalankan oleh masyarakat Jawa di waktu tertentu dalam kehidupan sehari-hari.

A. Pengertian Slametan
Menurut Koentjaraningrat, Slametan adalah suatu upacara seremonial sederhana, makan bersama, makanan yang telah diberi doa sebelum dibagi-bagikan. Semua tetangga, kerabat dan saudara harus diundang dan keselarasan diantara para tetangga dengan alam raya dipulihkan kembali. Dalam slametan  terungkap nilai-nilai yang dirasakan sangat mendalam oleh orang Jawa, yaitu nilai kebersamaan, ketetanggaan, dan kerukunan. Sekaligus slametan menimbulkan perasaan kuat bahwa semua warga adalah sama derajadnya satu sama lain, kecuali ada yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi. Ini membuktikan bahwa slametan begitu penting dalam tatanan masyarakat Jawa sejak dulu, yaitu sebagai sebuah media untuk mempererat tali silaturahmi antar tetangga dan kerabat.

B. Penggolongan Slametan
Upacara slametan  dapat digolong-golongkan ke dalam empat macam sesuai dengan peristiwa atau kejadian dalam kehidupan manusia sehari-hari, yaitu:
  1. Slametan dalam rangka lingkaran hidup / daur hidup seseorang
Daur hidup manusia adalah masa kehamilan, masa kelahiran, masa bayi, masa kanak-kanak, remaja, dewasa (perkawinan / hidup berkeluarga) dan masa kematian. Setiap peristiwa yang dialami tersebut merupakan perubahan status sosial di dalam masyarakat. Masyarakat Jawa meyakini bahwa saat-saat peralihan dari tingkat sosial satu ke tingkat sosial yang lain merupakan saat-saat yang berbahaya, oleh sebab itu untuk mendapatkan keselamatan hidup maka diadakan upacara slametan.
  1. Slametan yang berkaitan dengan bersih desa, penggarapan tanah pertanian dan setelah panen padi
  2. Slametan yang berkaitan dengan bulan-bulan besar Islam
  3. Slametan pada saat-saat yang tidak tentu
Yaitu slametan yang diadakan berkenaan dengan kejadian-kejadian, seperti membuat perjalanan jauh, menempati rumah baru,dandan omah, menolak bahaya (ngruwat), janji kalau sembuh dari sakit (kaul), rumahnya tertimpa pohon, baru terlepas dari bahaya, dan lain-lain.

C. Slametan ketika dandan omah

Urut-urutan upacara dandan omah adalah sebagai berikut :
  1. Pemilihan hari yang tepat ketika merenovasi rumah. Pemilihan hari didasarkan pada perhitungan neptu dina lan pasaran. Misalnya, hari Kamis neptu 8 dan kliwon neptu 8, kedua angka tersebut dijumlah menjadi 16. Kemudian diurutkan berdasarkan urutan “sri, lungguh, gedhong, lara, pati”. Pada hitungan 16 jatuh hitungan sri. Karena “tiba Sri”, dipercaya renovasi rumah akan membawa berkah tersendiri atau rejeki akan semakin bertambah. Ada juga yang menggunakan dasar urutan “kerta, yasa, candhi, raga, sempoyong”, dan pada hitungan 16 adalah “tiba kerta” yang tentunya adalah pertanda baik. Bila hitungan dalam renovasi jatuh pada “lara,pati” dan “raga,sempoyong”, orang Jawa percaya akan terjadi petaka atau kesialan yang menimpanya.
  2. Sebelum membongkar rumah, sesepuh membakar kemenyan dan minta izin kepada yang maha kuasa, penunggu desa serta maklhuk halus lain agar renovasi rumah berjalan lancar dan tidak mendapatkan gangguan
  3. Setelah selesai direnovasi, maka pemilik rumah harus membuat slametan. Tujuanya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dan harapanya adalah bangunan yang dibuat akan awet. Untuk melakukan acara slametan juga harus melalui perhitungan seperti yang tersebut diatas.
  4. Saat membuat uba rampe untuk acara inti slametan (kenduri), semua makanan yang sudah matang belum boleh ada yang memakan sebelum disisihkan sedikit untuk among-among. Among-among adalah sesaji yang dihidangkan kepada arwah leluhur. Diambilkan dari masakan yang matang pertama kali. Among-among diletakan didalam kamar. Tujuan dari among-among ini adalah karena yang punya rumah sedang membuat pesta selamatan, tentu para arwah nenek moyang juga hadir, maka disiapkanlah hidangan among-among di dalam kamar. Uba rampe among-among adalah nasi yang dibentuk setengah bulat, sayur yang sudah matang, rokok, pisang raja, kembang, menyan, kinang, wedang teh, wedang kopi, daun dadap yang direndam air dan didalamnya diberi koin.

D. Acara Inti Slametan
Inti dari slametan adalah kenduri. Semua kerabat, tetangga dan sanak saudara diundang untuk menghadiri acara selamatan ini. Biasanya juga mengundang sesepuh kampung dan kaum atau orang yang pandai dalam agama. Dalam upacara selamatan ada beberapa ubarampe yang harus dibuat terutama ubarampe yang berkaitan dengan renovasi rumah.
Uba rampe dalam slametan dandan omah adalah sebagai berikut :
  1. Jenang (bubur) merah putih, jenang palang, jenang merah, jenang putih
  2. Rujak degan, rujak asem, arang-arang kambang, boning-baning sekar taman
  3. Pisang raja dengan daun sirih (pisang sae sedah sae)
  4. Ketan (sekul lulut)
  5. Jajan pasar
  6. Golong berjumlah 3
  7. Tumpeng cagak
  8. Tumpeng batur
  9. Tumpeng robyong
  10. Ambeng berjumlah 3
  11. Sekul byar
  12. Sekul suci ulam sari (nasi putih dan ayam yang diingkung)
Adapun magsud dari semua sesaji dalam slametan dandan omah diatas menurut sesepuh  kampung dukuh Kahuripan kecamatan Bagelen dalam mantra pemaknaan sesaji adalah sebagai berikut :
  1.  Wilujengan jenang abrit lan pethak ingkang dipun pepetri rohyat saking bapak mbok sekaliyan dumadosipun mbok Pawiro Dinomo sak putra wayahipun sedaya
  2. Jenang palang kangge ngalang-alangi godha beda rencana manggiha lestantun wilujeng sak pengajengipun ugi kangge nulak bilahi saking keblat sekawan, mbok bilih wonten bilahi ampun ngantos tumeka, tumeka ampun ngantos tumama,sageda sumilak sumisih sliringan medal kiwa lawan tengenipun
  3. Jenang sewadhah lan golong sakjodho ingkang dipun bektosi leluhuripun mbok Pawiro Dinomo ingkang rumeksa wonten saklebeting wangkit lan sakjawinipun wengkeran
  4. Dene wontenipun jenang sewadhah lan golong sakjodho ingkang sakaturan malih ingkang dipun bektosi leluhuripun mbok Pawiro Dinomo saking jaler saking setri ingkang celak ingkang tebih ingkang kerumat ingkang boten kerumat wajib luhuripun dipun bektosi, mugi-mugi tansah maringana berkah wilujeng sakpengajengipun
  5. Dene wontenipun jenang sewadhah lan golong sejodho malih ingkang dipun bektosi ingkang miwiti tluka yasa babad alas ing dukuh Kahuripan ngriki
Pramila Sedaya dipun bektosi mugi-mugi tansah maringana berkah wilujeng dhumateng mbok pawiro dinomo sak putra wayahipun sedaya
  1. Rujak degan ingkang dipun bektosi Kanjeng Sultan Agung Mataram
  2. Arang-arang kambang ingkang dipun bektosi sukma ingkang nglayang-nglayang ingkang saged mbebayangi penggalihipun mbok Pawiro Dinomo sak putra wayahipun sedaya
  3. Rujak asem ingkang dipun bektosi Kanjeng Sunan Kalijaga, pramila dipun bektosi supados sak siripun mbok Pawiro Dinomo sak putra wayah sageda kadumugen ingkang dados panyuwunipun
  4. Bonang baneng sekar taman ingkang dipun bektosi ingkang saged ngeningaken cipta rinten klawan dalu utawi ingkang dipun bektosi kakangne adhine ingkang lair tunggil sedinten ingkang dhumawah wonten sanes panggenan, pramila dipun bektosi dipun ambah sakwanci-wanci dening mbok Pawiro Dinomo sakulawarga ampun ngantos manggihi alangan setunggal menapa-menapa, pinaringan jejeg tanjem wilujeng sak pengajengipun
  5. Dene wontenipun pisang sae lan sedhah sae, rehne Mbok Pawiro Dinomo damel kawilujengan,bakdanipun enget dhateng pertapanipun, caos seba bekti dhatheng Sri Bagindha Ali lan Dewi Siti Fatimah ingkang dipun sarekaken wonten pangayunan
  6. Dene wontenipun tumpeng sakaturan, ingkang dipun bektosi malaekat ingkang paring rizki sakrintenipun lan sakdalunipun
  7. Wontenipun ambengan majemuk, kintu doa dhumateng para leluhuripun mbok Pawiro Dinomo ingkang sampun wonten alam kubur, mugi-mugi leluhuripun mbok Pawiro Dinomo ingkang wonten alam kubur dipun paring papan ingkang sae lan dipun ngapura sedaya kalepatanipun
  8. Wontenipun ambengan ingkang setunggal malih, ingkang dipun bektosi para nabi ingkang dipun sarekaken wonten tanah Arab, para wali ingkang dipun sarekaken wonten tanah Jawi. Pramila dipun bektosi kadherek sarengatipun
  9. Wontenipun ambengan ingkang setunggal malih, ingkang dipun bektosi nabi Ilyas lan nabi Kizdir. Rumaos mbok Pawiro Dinomo anggenipun damel kawilujengan mbetahaken ingkang dados kuwajibanipun wontenipun toya grama ujungan kajeng kacandhak kasaut kangge jangkeping kawilujengan, ingkang dipun ginaaken supados sageda tumanja, ingkang dereng sageda semi pulih kados ingkang sampun-sampun
Pramila sedaya-daya dipun bektosi supados tansah maringana berkah wilujeng sak pengajengipun.
  1. Tumpeng robyong ingkang dipun bektosi ki Jaka Tarub widodari Nawang Wulan, pramila dipun bektosi sageda narubana ing wewengkon ngriki lan  nrajangana ingkang dados penggalihipun mbok Pawiro Dinomo sak putra wayahipun sedaya
  2. Sekul lulut, segeda luluta sanak sedherekipun, luluta sandhang panganipun
  3. Sekul byar netepi sasmitaning dalu, mbok bilih mbok Pawiro Dinomo nyumpena piyambak utawi dipun sumpenaaken dening sanak sedherek sepuh utawi anom, yen sae terusa sae yen awon sageda lebar luwar ing dinten menika
  4. Sekul sepuh kang dipun bektosi kaki pamong nini pamong ingkang ngemongi dhateng jagadipun mbok pawiro dinomo sak putra wayahipun sedaya utawi ingkang rumeksa wonten pasengkeranipun mbok Pawiro Dinomo
  5. Juwadah peken (jajan pasar) ingkang dipun bektosi ndelanggung mergi pra sekawanan, pramila dipun bektosi pundi papan ingkang kaambah dening mbok Pawiro Dinomo sakulawarga anggenipun pados rejeki ngaler ngidul ngetan ngilen ampun ngantos manggih alangan setunggal menapa-menapa
  6. Sekul suci ulam sari, rehne mbok Pawiro Dinomo nembe dandos griya sampun cekap, mbok bilih wonten kalepatanipun kangge nyuwun pangaputen. Bakdanipun caos seba bekti dhumateng junjungan kita nabi agung Muhammad SAW sak garwa lan sak putranipun sedaya
  7. Sekul suci ulam sari ingkang sak aturan malih, rehne mbok Pawiro Dinomo nembe nampi rejekining pangeran saking tegil ngara-ara miwah mrepat kepanasan sampun cekap, menika dipun damelaken kawilujengan minangka nganyar-anyari, kangge boja suci boja kare boja kirab, ngirabaken sesuwiripun mbok Dewi Sri ingkang dumunung wonten tegil ngara-ara, dene mbok Sri ingkang kaboyong wangsul lan badhe dipun simpen wonten gedhong peteng sakwanci-wanci badhe kadhahar mbok Pawiro Dinomo sakputa wayahipun ampun ngantos manggih alangan setunggal menapa-menapa, keparingana jejeg tanjem wilujeng sak pengajengipun

E. Urut-urutan acara Kenduri Slametan
  1. semua ubarampe / sesaji dibacakan mantra (doa ? ) dengan disertai membakar kemenyan
  2. kemudian semua sesaji ditata didepan para tamu undangan
  3. sesepuh kampong membacakan mantra pemaknaan sesaji yang disebut “ngujudke”
  4. dilanjutkan dengan pembacaan doa selamat oleh kaum atau orang yang mengerti agama. Anehnya, dalam doa selamatan tersebut dicampuri dengan doa yang berbahasa jawa yang menurut sumber disebut doa puser bumi. Doa ini dibacakan ketika melakukan slametan dandan omah, menempati rumah, dan beberapa selamatan lain
  5. setelah selesai pembacaan doa selamat, maka semua sesaji dibagi-bagikan. Biasanya tamu undangan membawa pulang sesaji tersebut.

BAB III
KESIMPULAN

Slametan adalah upacara seremonial, makan bersama, makanan yang telah diberi doa sebelum dibagi-bagikan. Semua tetangga dan kerabat diundang untuk keselarasan hidup dengan tetangga dan alam raya.
Slametan digolongkan menjadi 4 macam sesuai peristiwa dalam kehidupan masyarakat Jawa sehari-hari yaitu slametan dalan lingkaran hidup atau daur hidup masyarakat Jawa (purwa, madya, wusana) ; slametan berkaitan dengan bersih desa, penggarapan tanah pertanian ; slametan berkaitan dengan bulan besar Islam ; dan slametan pada saat yang insidentil atau tidak tentu.
Dalam slametan dandan omah di Bagelen, urut-urutanya adalah sebagai berikut :
  1. pemilihan hari yang baik
  2. ijin membongkar rumah yang dilakukan oleh sesepuh kepada semua unsur alam (Tuhan, arwah nenek moyang, dan makhluk-makhluk lain ) dengan membakar kemenyan
  3. setelah rumah selesi direnovasi maka dibuatkan sesaji untuk acara kenduri
  4. saat pembuatan sesaji slametan, ada sesaji khusus yang diletakan di dalam kamar ditujukan untuk arwah leluhur
  5. semua ubarampe / sesaji untuk kenduri dibacakan mantra (doa ? ) dengan disertai membakar kemenyan
  6. kemudian semua sesaji ditata didepan para tamu undangan
  7. sesepuh kampong membacakan mantra pemaknaan sesaji yang disebut “ngujudke”
  8. dilanjutkan dengan pembacaan doa selamat oleh kaum atau orang yang mengerti agama
  9. setelah selesai pembacaan doa selamat, maka semua sesaji dibagi-bagikan. Biasanya tamu undangan membawa pulang sesaji tersebut.


BAB V
PENUTUP


Demikian makalah yang dapat kami sampaikan . Tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan . untuk itu , kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan guna perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat dan menambah wawasan dan khazanah ilmu pengetahuan kita , Amin.

Daftar Pustaka

Koentjaraningrat., Manusia dan Kebudayaan Indonesia , Yogyakarta : Penerbit Djambatan : 1971

Frans Magnis Suseno, Filsafat Jawa , Jakarta : Gramedia : 2002

http://www-maswiens.blogspot.com/2008/11/tradisi-ritual-komunal.html. . Dikutip pada hari Rabu, 12 Agustus 2009 pukul 14.15 WIB.

Peneliian langsung di acara Slametan Dandan Omah di Pedukuhan Kahuripan, Desa Kalirejo, Kecamatan Bagelen ; pada 18 Maret 2010

Wawancara langsung dengan sesepuh kampung, (alm) Mbah Parto Pairun

No comments:

Post a Comment